Wajar Prof Yusril Bela Jokowi, Bukan Prabowo
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Said Salahudin menilai kesediaan pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menjadi kuasa hukum pasangan calon presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019 merupakan hal yang wajar.
"Saya termasuk yang tidak terkejut dengan sikap Yusril. Saya kira itu menjadi pilihan dia yang paling realistis," ujar Said di Jakarta, Senin (5/11).
Menurut Direktur Sinergi Masyarakat Untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) ini, sejak awal sebenarnya Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB) tersebut, terkesan sudah berusaha menunjukan sikap mendukung Prabowo Subianto.
Namun, kubu pasangan calon presiden nomor urut 02 sepertinya tidak menganggap Yusril sebagai faktor yang penting.
"Ketika PBB mengalami permasalahan dalam proses verifikasi parpol calon peserta pemilu, kelompok pendukung Prabowo menurut pengakuan Yusril kan 'cuek-cuek' saja," ucapnya.
Begitu juga saat dilakukan pembahasan mengenai calon pendamping Prabowo, Yusril dan partainya juga seolah dianggap tidak penting. Menurut Yusril, PBB tidak diajak bicara.
Bahkan dalam perjalanannya kemudian, Said mendengar kabar Yusril dan PBB terkesan ditinggalkan kubu Prabowo-Sandi. Padahal, Yusril dan PBB punya kecenderungan mendukung pasangan Prabowo-Sandi. Gelagat politiknya menunjukan hal tersebut.
"Orang kan juga punya harga diri. Kalau dia sudah berusaha menunjukan sikap untuk mendukung, tetapi jika pihak yang ingin didukung tidak responsif, bahkan seperti menyepelekan begitu, ya susah juga," ucapnya.
Yusril Ihza Mahendra perlu melindungi muruah namanya sendiri dan juga partainya di Pilpres 2019.
- Terpidana Pemerkosa 48 Pria Reynhard Sinaga Dipukuli di Inggris, Begini Sikap Pemerintah
- PBB Bersiap Gelar Muktamar ke-VI di Bali untuk Memilih Ketum yang Baru
- Terobosan Hukum Bagi Pengguna Narkoba di KUHP yang Baru, Tak Lagi Dipidana
- Sejumlah Menterinya Prabowo Ini Disorot Warganet, Ada yang Bikin Blunder, duh
- Agus Andrianto Minta Arahan Yusril dalam Memimpin Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan
- Yusril Sebut Kasus 1998 Bukan Pelanggaran HAM Berat