Wanita Danantara

Oleh: Dahlan Iskan

Wanita Danantara
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

Wanita Disway satu ini awalnya jadi buruh pabrik panci. Di pabrik itu dia bertemu buruh laki-laki yang masa kerjanya lebih lama. Cinlok. Kawin.

Orang tuanya awalnya tidak merestui. Dia sendiri anak orang miskin, dapat suami lebih miskin lagi.

Setidaknya hemat tempat kos dekat pabrik. Satu kamar berdua. Di situ pula punya anak. Lalu anak kedua.

Orang tuanya beberapa kali "memanggil" pasangan ini. Tepatnya: memanggil menantu. Diminta agar ceraikan istri.

Dia tidak mau. Dia cinta suami. Si suami hanya tunduk diam.

Wanita Disway ini jatuh sakit: di empedunya ada batu. Dia pun berhenti bekerja. Pulang ke desa. Tinggal dengan orang tua.

Suami ikut mertua. Setiap hari ke pabrik naik kendaraan umum. Tinggal suami yang berpenghasilan –kecil.

Di rumah, si wanita Disway mengasuh anak. Namun ketika anak sudah sekolah dia bengong. Tiap hari. Tersiksa. Biasa kerja.

Dia bukan bos. Kalaupun bisa disebut begitu dia itu bos kecil. Kecil sekali. Tetapi menghadapi Lebaran seperti ini dia mikir THR. Untuk orang lain.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News