Wanita Danantara

Oleh: Dahlan Iskan

Wanita Danantara
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

Di depan rumah orang tuanya itu ada pohon rindang. Di bawah pohon itu, setiap pukul 10.00 beberapa wanita memarkir sepeda.

Dagangan mereka sudah habis. Sambil duduk-duduk di bawah pohon mereka menghitung uang hasil jualan.

Setelah beberapa hari melihat adegan hitung uang itu hatinya tergerak: kok kelihatannya enak. Dia pun bertekad untuk menjadi mereka.

Tiap pukul 02.00 dia bangun. Berangkat ke pasar. Naik motor. Kulakan sayur. Lalu ke toko yang ada di dalam pasar itu juga: kulakan sembako.

Dua tahun kemudian dia bisa beli tanah kecil di sebelah rumah orang tua. Dua tahun berikutnya lagi bisa membangun rumah kecil. Dua tahunnya lagi bisa beli mobil kecil. Mobil itu jarang dipakai. Dieman-eman.

Kini dia ke pasar memang tidak naik motor roda dua lagi. Sudah meningkat: roda tiga. Dia sudah beli motor yang ada bak di bagian belakangnya.

Sang suami selalu memuji keuletan istri. Tiap hari bangun pukul 02.00 demi keluarga. Pun di saat hujan.

Pernah si suami merayu: ini, kan, lagi hujan deras, liburlah jualan. Sang istri justru menjawab: hujan begini kesempatan dapat uang, banyak yang tidak jualan.

Dia bukan bos. Kalaupun bisa disebut begitu dia itu bos kecil. Kecil sekali. Tetapi menghadapi Lebaran seperti ini dia mikir THR. Untuk orang lain.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News