Warga Aborijin Desak Aturan Pemakaman Tradisional Diperjelas

Warga Aborijin Desak Aturan Pemakaman Tradisional Diperjelas
Warga Aborijin Desak Aturan Pemakaman Tradisional Diperjelas

Pemerintah Australia diminta memperjelas ketentuan mengenai dimana dan kapan warga Aborijin dapat melakukan pemakaman sesuat adat dan tradisi mereka yakni di tanah pribadi mereka  menyusul maraknya konflik seputar masalah ini di kawasan Kimberley.

Undang-undang yang berlaku saat ini mewajibkan warga Australia untuk dimakamkan di pemakaman resmi kecuali mereka memiliki izin khusus dari Menteri negera bagian dan pemerintah lokal untuk memakamkan jenazah di tempat lain. Namun keluarga warga Aborijin menilai saat ini tidak ada aturan yang jelas mengapa sejumlah permohonan diizinkan dan yang lainnya ditolak. Petugas dari Pusat Repatriasi Hukum dan Kebudayaan Aborijin di Kimberley, Neil Carter mengatakan masalah pemakaman tradisional ini penting bagi wargaAborijin dan karenanya perlu ada transparansi mengenai bagaimana dan mengapa keputusan perizinan ini diberikan. "Saya kira peraturan yang ada tidak cukup dimengerti warga disini,” katanya. "Padahal ini isu yang sangat penting bagi warga Aborigin, tidak hanya di Kimberley tapi juga di seluruh Australia,” tambahnya. Isu izin pemakaman ini sempat menjadi masalah bagi salah satu keluarga Aborijin di Utara Broome. Suami Lynette Howard meninggal Februari lalu dan dia segera mengajukan permohonan agar jenazah suaminya dapat dimakamkan secara tradisional yakni disebelah makam anak laki-laki kembar mereka yang meninggal satu dekade lalu. "Keinginannya adalah dimakamkan di sekitar rumah kami yakni disisi makam anak laki-laki kami dan sudah seperti itu kebiasaan masyarakat kami dari dahulu,” tutur Lynette Howard. "Kami tidak mengenal sistem pemakaman lain. Dan suami saya juga tidak mau dimakamkan ditempat lain,” Namun Menteri Pemerintahan  Lokal, Tony Simpson menolak permohonan Lynette Howard karena menilai itu bukan lokasi yang tepat untuk memakamkan jenazah. "Walaupun pernah ada makam didaerah itu  tapi tidak berarti tanah dikawasan itu layak menjadi lokasi pemakaman,” tulis Tony Simpsons kepada keluarga mendiang Howard. "Saya juga menilai kawasan itu dekat dengan pemakaman komunitas Lombadina,” katanya lagi. Karena masalah ini, jenazah Howard tetap disimpan di rumah duka selama 6 bulan karena pihak keluarga Howard tetap berusaha mengubah keputusan pemerintah lokal tersebut. Simpson sendiri menolak berkomentar mengenai kasus ini dan dalam pernyataan tertulisnya menyatakan dia meyakini sistem yang ada sudah memuaskan. Data dari Departemen Pemerintah Lokal dan Komunitas menunjukan jumlah orang yang mengajukan permohonan untuk dimakamkan secara tradisional di tanah pribadi mereka terus meningkat. Sejauh ini saja tercatat sudah ada 43 keluarga yang mengajukan permohonan untuk memakamkan anggota keluarga mereka di tanah milik pribadi mereka, peternakan maupun tanah adat warga Aborijin. Angka itu meningkat dua kali lipat dari permohonan serupa sepanjang tahun 2013. Mayoritas dari permohonan tersebut disepakati. Tahun lalu, perselisihan akibat keputusan mengenai pemakaman didalam tanah pribadi telah memicu kerusuhan selama satu pekan antara keluarga di wilayah pedalaman, Kalumburu. Peristiwa ini terjadi menyusul kematian seorang wanita lokal, keluarga mendiang terbagi dua mengenai apakah tanah itu tepat untuk menjadi lokasi pemakaman mendiang. Carter mengatakan harus ada ketentuan yang lebih transparan tentang mengapa beberapa aplikasi disetujui dan yang lainnya ditolak. "Masalah ini bisa sangat rumit, dan sangat sensitif, sehingga menjadi hal yang perlu mendapat perhatian lebih dan Menteri Pemerintahan Lokal perlu mendengarkan kedua belah pihak dan mencari nasihat dari para tetua,” katanya. "Bisa memakamkan anggota keluarga dan leluhur mereka kembali di negara tempat mereka berasal itu merupakan hal yang paling penting bagi masyarakat Aborijin disini,” tegasnya. 

Pemerintah Australia diminta memperjelas ketentuan mengenai dimana dan kapan warga Aborijin dapat melakukan pemakaman sesuat adat dan tradisi mereka


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News