Warga Australia Tak Seoptimis Warga China dalam Memandang Masa Depan

Dr Paul mengatakan, teknologi dan media sosial akan disalahkan karena mereka mendukung situasi terciptanya situasi itu.
"Facebook membantu kita untuk mengungkapkan sifat manusia yang lebih baik, misalnya terhubung dengan teman dan mempertahankan hubungan, bahkan dengan mereka yang jauh," sebutnya.
"Tapi pada saat yang bersamaan, media itu menyediakan platform yang sangat baik untuk beberapa bagian terburuk dari sifat manusia seperti mengumpat dan berbuat kekerasan," sambungnya.
Di samping pandangan ini, Dr Paul mengatakan, warga Australia jauh lebih optimistis dibanding warga Jepang, tapi tak seoptimis mereka yang ada di China.
Ia berharap agar Perdana Menteri Malcolm Turnbull mampu memandu masa depan yang cerah, seraya menyebut bahwa warga yang terlibat dalam studi itu menunjukkan kekhawatiran akan kebijakan ekonomi yang terkadang, bahkan jika positif, bisa merugikan masyarakat.
"Menjadi sangat penting bahwa dalam kebijakan, Anda juga harus mengatasi 'apa yang akan terjadi di tengah masyarakat?' ... dan mengatasi kekhawatiran warga tentang penurunan moral masyarakat," jelas Dr Paul.
Penelitian- berjudul ‘Cultural beliefs About Societal Change’ –itu telah diterbitkan dalam Jurnal Psikologi Lintas-Budaya.
Sekitar 100 peserta dari masing-masing negara diwawancarai dalam penelitian ini.
Hasil penelitian terbaru menunjukkan, warga Australia melihat masa depan sebagai situasi di mana orang-orang mahir dalam pekerjaan mereka tetapi
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- 'Nangis Senangis-nangisnya': Pengalaman Bernyanyi di Depan Paus Fransiskus
- Perjalanan Jorge Mario Bergoglio Menjadi Paus Fransiskus
- Paus Fransiskus, Pemimpin Gereja Katolik yang Reformis, Meninggal Dunia pada Usia 88 tahun
- Dunia Hari Ini: PM Australia Sebut Rencana Militer Rusia di Indonesia sebagai 'Propaganda'
- Sulitnya Beli Rumah Bagi Anak Muda Jadi Salah Satu Topik di Pemilu Australia
- Rusia Menanggapi Klaim Upayanya Mengakses Pangkalan Militer di Indonesia