Warga di Kawasan Penjarahan Minyak di Sumsel yang Hidup di Antara Pencemaran dan Kecemasan

Mengungsi Seminggu setelah Pipa Depan Rumah Bocor

Warga di Kawasan Penjarahan Minyak di Sumsel yang Hidup di Antara Pencemaran dan Kecemasan
Sungai simpang tungkal yang tercemar minyak akibat Illegal Taping di desa Simpang Tungkal, Kabupaten Musi Banyuasin , Minggu (7/12/12). Sungai ini tercemar sejak maraknya illegal taping di desa tersebut. Foto : Fedrik Tarigan/Jawa Pos
Sejatinya, Solikhah kerapkali mendengar suara orang ngebor pipa pada malam hari. Kejadian itu sering terjadi. Tapi, dia tidak berani keluar untuk mencari tahu. "Rawan di sini. Daerah Sungai Lilin dan Banyuasin tempat pencurian terbesar," ungkapnya.

Siapakah para pencuri itu? Ditanya demikian, Solikhah dan Jamiatun hanya berpandangan dan tersenyum. "Adalah. Bukan warga sini karena di sini mayoritas pendatang. Mereka justru benar-benar penduduk asli yang datang dari berbagai wilayah antara Palembang-Jambi," tuturnya.

   

Para warga pendatang di Desa Simpang Tungkal rata-rata membuka kebun karet. Boleh dibilang mereka cukup sukses. Sholikah, contohnya, punya kebun karet 40 hektare. Sedangkan milik Jamiatun 15 hektare. "Kami orang Jawa nggak mau mencuri. Cari rezeki sedikit demi sedikit yang penting halal," ucap perempuan asli Salatiga itu.

Tak cuma dari Jawa, ada pula yang datang dari Padang, Sumatera Barat, seperti Irdawati. Sudah dua tahun dia pindah dan membuka toko di pinggir jalan. Tokonya cukup ramai.

Pencemaran akibat penjarahan minyak menyebabkan sumber air bersih sekaligus kesehatan warga terganggu. Mereka rata-rata tahu siapa pencurinya, tapi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News