Warga Difabel Indonesia Gunakan Teknologi Digital untuk Bertahan di Tengah Pandemi
"Ketika mulai pandemi, kami dirumahkan, tapi saya kemudian tidak bisa bekerja karena di rumah tidak ada listrik yang cukup.
"Setelah itu, oleh keluarga saya di Boyolali, saya ditawari menjual kerupuk karak, penganan yang terbuat dari beras," kata Andika kepada ABC Indonesia.
Andika mengatakan senang menjadi penjual kerupuk karak yang biasanya dibawa ke Yogyakarta, sesuai pesanan.
Ia juga mengaku senang berjualan karena membuatnya tidak membuatnya diam di dalam rumah saja, seperti ketika ia bekerja membatik.
"Saya bisa tahu suasana Yogya dengan berjualan bisa menghilangkan rasa stress, saya bisa melihat dunia lebih luas," katanya lagi.
"Alhamdulillah ini sedikit mengurangi beban hidup saya. Dan penghasilannya lebih tinggi dari membatik, walau kadang untuk memenuhi kehidupan keluarga masih tidak cukup," katanya.
Pendapatan Andika dari berjualan kerupuk karak digunakan untuk menghidupi istrinya, Yuli Lestari, yang juga difabel dan anak perempuannya, Ika Nurjanah, yang berusia 2 tahun.
"Sebagai laki-laki saya harus bertangung jawab menghidupi keluarga. Saya harus berusaha mencukupi kebutuhan mereka," kata pria asal Cirebon, Jawa Barat, tersebut.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik 2019, jumlah difabel di Indonesia adalah 21,5 juta orang atau sekitar 8 persen dari populasi Indonesia
- Kabar Australia: Sejumlah Hal yang Berubah di Negeri Kangguru pada 2025
- Misinformasi Soal Kenaikan PPN Dikhawatirkan Malah Bisa Menaikkan Harga
- Dunia Hari Ini: Mantan Menhan Israel Mengundurkan Diri dari Parlemen
- Dunia Hari Ini: Pemerintah Korea Selatan Perintahkan Periksa Semua Sistem Pesawat
- Jakarta Punya Masalah Kucing Liar, Penuntasannya Dilakukan Diam-diam
- Dunia Hari Ini: Ada Banyak Pertanyaan Soal Kecelakaan Pesawat Jeju Air