Warga Indonesia Berusaha Mematahkan Stigma Perkawinan Campur dengan Terbuka Membicarakannya

Warga Indonesia Berusaha Mematahkan Stigma Perkawinan Campur dengan Terbuka Membicarakannya
Muntini Cooper (kedua dari kiri) harus menghadapi stigma setelah menikah dengan pria Kaukasia. (Supplied)

Ia membatasi interaksi dengan orang-orang di luar rumah dan menghabiskan kebanyakan waktunya di rumah demi menghindari stigma.

"Itu satu-satunya cara," katanya.

Mematahkan stigma

Muntini bukanlah satu-satunya warga Indonesia dalam perkawinan campur yang mengalami hal ini.

Yani Lauwoie, konsultan komunikasi di Australia, pernah ditanya bila dirinya adalah "bule hunter" atau pengejar bule saat menikah dengan suaminya Shannon Smith, yang berasal dari Australia.

Pada saat itu, ia hanya membalasnya dengan candaan.

Tetapi pertanyaan senada yang seolah menganggap dirinya sangat tergantung pada suaminya terus didapatkannya meski sudah merasa mandiri secara finansial dan karier.

"Perempuan Indonesia yang menikah dengan pria Australia itu sering sekali mendapat stereotip yang menempatkan posisi kita sebagai inferior," katanya.

"Jadi seolah-olah kita berhubungan dengan pria Kaukasia itu ada motif lain selain motif perasaan yang murni atas hubungan cinta kasih ... misalnya mencari keuntungan, kehidupan yang lebih baik atau [anggapan] 'pasti dia hidupnya ditopang oleh pria ini'".

Pasangan beda negara masih terus mengalami stigma di Indonesia, yang terkadang berupa komentar atau pertanyaan menyakitkan

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News