Warga sedang Kelaparan, Tolong Negara jangan Pelit Berikan Bantuan Sosial

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio berharap pemerintah tidak pelit memberi bantuan pangan kepada masyarakat selama diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Mengingat selama PSBB banyak pekerja yang tidak mendapatkan penghasilan.
"Ketika dilakukan PSBB atau karatina kan harus work from home (WFH). Banyak masyarakat tidak bekerja sehingga mereka harus dikasih makan. Jadi saya katakan, pemerintah jangan pelit untuk kasih makan rakyatnya," tegas Agus pada saat konferensi video Zoom bersama awak media, Rabu (22/4).
Menurut Agus, pemerintah juga jangan lagi menunda-nunda penyaluran bantuan sosial (bansos).
Agus mengatakan, banyak masyarakat sudah tidak sanggup bertahan hidup, mengingat maraknya pelaku begal yang mulai bermunculan.
"Di ujung jalan sana ada begal, jadi kita sedang jaga bagaimana masyarakat semua bisa makan dan tidak ada lagi begal. Jadi sekali pemerintah jangan pelit, tolong kasih makan warga sekarang juga karena kalau tidak kondisi akan semakin parah," tegasnya.
Selain itu, lanjut Agus, dengan adanya larangan mudik lebaran 2020 semakin banyak masyarakat yang terdampak. Misalnya sopir-sopir tranportasi yang terpaksa berenti beroperasi selama lebaran.
"Bus yang tadinya boleh beroperasi, sekarang dilarang. Lalu yang kasih makan sopir-sopir itu siapa? pasti harus negara. Intinya negara jangan pelit," tandasnya. (mg9/jpnn)
Pemerintah diingatkan jangan sampai menunda pemberian bantuan sosial pada warga saat PSBB karena banyak warga kelaparan.
Redaktur & Reporter : Dedi Sofian
- Semarak Ramadan 2025, Petrokimia Gresik Tebar Bansos hingga Rp 682,5 Juta
- Genjot Upaya Kikis Kemiskinan di Jateng, Gubernur Luthfi Gelontorkan Bansos
- Gelar Safari Ramadan, Jamkrindo Salurkan Bantuan Sosial di 10 Unit Wilayah Kerja
- Sambut Ramadan 2025, Yayasan Waqaf Al-Muhajirin Jakapermai Tebar Bantuan Sosial
- Sambut Ramadan, Kapolda Riau Salurkan 2.250 Paket Sembako untuk Mahasiswa
- Luhut Blak-blakan soal Bansos Rp 500 Triliun yang Selama Ini Tak Tepat Sasaran