Warrior Tidak Berebutan
jpnn.com - TERHITUNG per 1 Agustus nanti Panglima TNI Jendral Moeldoko akan resmi masuki masa pensiun. Karenanya, Presiden Joko Widodo harus memilih pengganti bagi Panglima TNI kelahiran 8 Juli 1957 itu.
Pasca-reformasi, seolah ada kesepakatan tak tertulis jabatan panglima digilir di antara tiga matra, yakni Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Jika merujuk sistem giliran pula, maka pengganti Moeldoko di kursi Panglima TNI mestinya dari AU. Sebab, posisi Panglima TNI sebelum Moeldoko diisi dari AL.
Para pejabat pemerintahan pun seirama menyebut pengganti Moeldoko tak harus dari TNI AU. Mulai dari Menteri Pertahanan Ryamizad Ryacudu, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, hingga Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan bahwa giliran jabatan panglima TNI yang selalu diterapkan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bukanlah suatu kewajiban.
Sikap pemerintah ini terang menimbulkan pro dan kontra baik dari kalangan sipil maupun purnawirawan TNI. Salah satu yang bereaksi keras adalah eks KSAU Marsekal (Purn) Chappy Hakim.
Melalui akun @Chappyhakim di Twitter, pria kelahiran Yogyakarta, 17 Desember 1947 itu menumpahkan kekesalannya. Dia merasa TNI AU tak dihargai dan dianggap anak tiri oleh negara.
"Paskhasau di Airport CKG diganti Marinir. HLM utk pnbgn komersial. PangTNI blm tnt AU. Negeri ini mmg tidak butuh AngkatanUdara. Bubar saja," tulis pria yang kini lebih dikenal sebagai pengamat penerbangan itu Kamis lalu (4/6).
Prediksi Chappy soal calon Panglima TNI pengganti Moeldoko terbukti. Presiden Joko Widodo ternyata mengusulkan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai calon Panglima TNI. Nama Gatot pula yang diusulkan Presiden Jokowi ke DPR untuk menjalani fit and proper test.