Warrior Tidak Berebutan
Lalu bagaimana reaksi Marsekal (Purn) Chappy Hakim atas pilihan Jokowi itu? Berikut petikan wawancara Muhammad Adil dari JPNN dengan penulis sejumlah buku tentang dunia penerbangan itu di kawasan Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (10/6) malam.
Akhirnya terungkap bahwa presiden memilih KSAD jadi panglim. Apa yang terlitas di pikiran bapak waktu mendengar berita itu?
Saya tidak ada reaksi, saya tidak mau ikut dalam percaturan perebutan jabatan panglima.
Tapi Anda sebelumnya sempat bereaksi sangat keras di Twitter menanggapi isu panglima TNI bukan dari AU?
Baca gak Twitter saya? Bukan soal panglima aja, ada tiga hal saya jelasin di sana. Paskhas digusur dari Cengkareng, Halim lebih prioritas pada penerbangan komersial dan pernyataan Mensekab belum tentu (panglima) dari Angkatan Udara. Ketiga ini ditambah pengalaman saya puluhan tahun di Angkatan Udara membuat saya tulis seperti itu. Bukan soal Panglima TNI, ngapain saya rebutan Panglima TNI.
Tapi apa sebenarnya urgensi panglima harus dari AU?
Pesannya itu adalah bagaimana mengelola angkatan perang agar tidak setiap pergantian Panglima TNI itu rebutan. Itu yang saya tuju, lebih kepada moral, karakter.
Prajurit itu kan bekerja 24 jam menyerahkan jiwa dan raganya untuk negara, tapi kemudian dia menyaksikan, bahkan semua orang menyaksikan, setiap pergantian panglima itu rebutan. Itu kan memalukan. Itu yang saya ingin sampaikan, bukan soal rebutannya.
Anda berkali-kali menggunakan kata "rebutan". Apa artinya masing-masing angkatan memang berambisi untuk menduduki jabatan panglima?
Rebutan bukan kata-kata saya, itu kan saya ambil dari media. Di media itu yang memerlihatkan (ada rebutan), bukan saya. Prajurit itu kesatria, warrior ga ada rebutan, dia hanya bicara pengabdian, dia bicara kehormatan, gak ada rebutan-rebutan.
Jadi tidak ada yang memerebutkan jabatan panglima?
Gak tahu, jangan tanya saya, saya sudah sepuluh tahun tidak di angkatan.
Di Twitter Anda sempat menyebut TNI AU anak tiri dan tidak dihargai. Kenapa bisa sampai keluar pernyataan seperti itu?
Yang di Twitter itu apa yang ada di kepala saya, saya tuangkan di situ. Bukan untuk dianalisis, bukan untuk diskusi. Kalau itu dianalisis, diskusi jadinya provokasi, nanti jadi jelek. Saya tidak mau itu.