Wayang Kathy
Oleh: Dahlan Iskan
Apalagi di buku Kathy yang saya baca itu sudah tertulis dengan sangat lengkap: apa-siapa-bagaimana Purbo Asmoro.
Saya pun langsung ingin melihat kereta kencana bikinannya. Juga langsung merasakan duduk di tempat Ki Purbo mendalang.
Saya bersila di situ: sila ala dalang, agar ujung telapak kaki bisa membunyikan kecrek dan tangan kiri bisa mengetukkan gedok. Seorang dalang memang harus bekerja dengan kedua tangannya, kedua kakinya dan terutama dengan mulutnya, sampai ke tenggorokan dan suara perutnya.
Satu jam saya di Mayangkara, sekalian istirahat setelah 5,5 jam mengendarai mobil dari Jakarta.
Saya bisa merasakan betapa pandemi telah ikut menghentikan dinamika pewayangan. Namun, pandemi juga yang membuat saya menonton wayang lebih sering. Lakon apa saja saya ikuti. Dalang siapa saja saya amati.
Rasanya, dalam satu tahun terakhir, wayang yang saya tonton sudah melebihi yang saya lihat selama 69 tahun hidup saya.
Kini saya bisa melihat aksi begitu banyak dalang. Hebat-hebat. Tanpa pandemi saya tidak akan tahu ini: bagaimana Ki Cahyo Kuntadi memasukkan unsur sinetron dalam pergelaran wayang, meski baru di lakon tertentu.
Bagaimana pertengkaran suami-istri Raja Astina Duryudono dan Banowati dibuat begitu sangat sinetronnya.