Wow! Dari 87 RUU Pemekaran Hanya 21 yang Layak
jpnn.com - JAKARTA – DPR masih harus menunggu pengesahan rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang desain besar penataan daerah (desartada) dan RPP penataan daerah untuk membahas 87 Rancangan Undang-undang (RUU) pembentukan daerah otonom baru.
Diketahui, 87 RUU itu terbagi dalam dua paket, yakni paket 65 RUU dan 22 RUU.
"Semua daerah yang diusulkan menjadi DOB (daerah otonom baru) nanti harus merujuk dua RPP itu. Kami di komisi II hanya bisa menampung, menerima, dan mendengarkan aspirasi sampai terbentuk RPP itu," kata Anggota Komisi II DPR, Arif Wibowo dikutip Jawa Pos, Senin (15/2).
Arif mengatakan, pembentukan DOB nanti harus memprioritaskan daerah perbatasan, wilayah tertinggal, dan kepentingan strategis nasional.
Arif menyampaikan, di antara 87 RUU DOB, setidaknya ada 21 daerah yang sudah memenuhi syarat dan siap untuk dimekarkan. Di antaranya, Kabupaten Bogor Barat dan Kabupaten Sekayam Raya.
Dia berharap pembentukan 21 DOB itu tetap merujuk PP lama. Yakni, PP Nomor 78 Tahun 2007. "Tetap lolos sepanjang tidak ada syarat-syarat baru di RPP yang baru," kata wakil ketua Fraksi PDIP itu.
Pembentukan DOB, tegas Arif, tidak boleh dilandaskan pada aspek politis semata.
"Jangan sampai diusulkan hanya karena konflik di dalam pelaksanaan pilkada atau konflik antarelite di daerah sehingga pada akhirnya muncul keinginan membagi kekuasaan," ujarnya.(far/bay/c11/pri/mam/sam/jpnn)
JAKARTA – DPR masih harus menunggu pengesahan rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang desain besar penataan daerah (desartada) dan RPP
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Pakar Bioteknologi Sebut Penyesuaian Tarif Air di Jakarta Tak Bisa Dihindari
- Budi Harjo Siap Hadapi Gugatan Soal Klaim Tanah Gudang Ekspedisi di Jambi
- Sidang Ted Sioeng: 2 Ahli Tegaskan Pihak yang Dipailitkan Tak Bisa Dipidana
- KPK Diminta Jerat HP di Kasus Korupsi Retrofit PLTU Bukit Asam
- Dibesuk Wakil Ketua MPR, Begini Cerita Keluarga Penderita Tumor Ganas Stadium 4
- Tim Hukum KPK Dianggap Tidak Hormati Pengadilan Gegara Sebut Fakta Persidangan Bukan Harga Mati