WTP Bisa Dibeli, Audit BPK Sulit Dipercaya

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai prestasi atas kinerja pengelolaan keuangan pemerintah daerah, kementerian, dan lembaga tidak akan memiliki nilai jika prosesnya ditempuh secara kotor.
Misalnya adanya transaksi saat audit keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI guna mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Menurut Agus, berbagai kasus yang muncul terkait dengan penyelewengan kewenangan oleh lembaga pemeriksaan keuangan tersebut telah menggerus kepercayaan publik, sehingga integritasnya saat ini sangat diragukan.
"Harusnya opini BPK itu tidak bisa lagi dijadikan acuan bahwa pengelolaan keuangan daerah itu benar atau tidak. Kan audit nya oleh oknum diselewengkan, padahal tata kelolanya jelas,” ucap Agus saat dihubungi, Senin (10/6).
Agus menuturkan bahwa prestasi pengelolaan keuangan yang diraih oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta termasuk oleh BPK tidak akan dipercaya bila masih dilakukan secara transaksional.
"Sebelum saya jawab lagi, anda percaya BPK? mau WDP, WTP atau apa kan bisa diselesaikan dengan bayar kan? Ya kan ujung-ujungnya duit. Kalau saya sudah tidak percaya lagi,” kata dia.
Lebih lanjut Agus mencontohkan soal nilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 40 persen menguap begitu saja, patut diduga ada keterlibatan oknum BPK di dalamnya.
Kondisi demikian, lanjut Agus, terjadi lantaran BPK lebih banyak di isi oleh orang-orang berlatar belakang politik, bukan orang-orang yang independen.
Agus Pambagio menilai prestasi pengelolaan keuangan pemerintah daerah, kementerian, dan lembaga tidak akan memiliki nilai jika prosesnya ditempuh secara kotor
- Endus Kerugian Negara, Dedi Mulyadi Minta BPK Audit PTPN dan Perhutani
- Danantara Audit
- Hardjuno Wiwoho: Tiga Syarat agar Danantara Bisa Dipercaya, Salah Satunya Hukuman Mati untuk Koruptor
- Sidang Korupsi Retrofit, Ahli: Tidak Ada Keterkaitan antara Kerugian Negara dan BUMN
- Pertamax Oplos
- BPK Diminta Pertimbangkan Revisi UU BUMN terkait Pengawasan Uang Negara