Yafira 1.5
Oleh: Dahlan Iskan
Dalam hati, saya memuji Lion –meski mengecewakan. Dengan penumpang 39 orang seperti itu pasti rugi. Anda sudah tahu: 38 x Rp 700.000 tidak perlu tulis jumlahnya.
Padahal, Anda juga sudah tahu: bahan bakar untuk menerbangkan pesawat jenis Boeing 737 jarak Surabaya-Jakarta adalah: Rp 27.000.000. Atau sekitar itu. Bukankah penerbangan 1 jam 15 menit memerlukan bahan bakar 2,5 ton. Kalikan sendiri. Harganya 11.000/liter.
Saya tidak bisa tidur sepanjang penerbangan. Saya kasihan pada Citilink. Gara-gara teguh dengan janji sampai harus begitu rugi.
Seandainya Garuda atau Citilink tidak tepat janji, saya pun tidak akan ngomel: memang acara di Jakarta itu sangat penting, tapi yang benar-benar sangat penting hanya satu.
Selebihnya hanya ''mumpung ke Jakarta''. Misalnya mengontrol proyek renovasi kantor ''move on'' saya: Disway National Network (DNN). Kan bisa dikontrol lewat WFH.
Di zaman penerbangan masih ramai, saya biasa mengejar pesawat jam 21.00. Agar kian banyak pekerjaan yang bisa diselesaikan.
Kini tidak ada lagi penerbangan jam 21.00. Jam 20.00 pun tidak ada lagi. Yang jam 19.00 juga hilang. Penerbangan terakhir pukul 18.00. Padahal acara terpenting saya, di Gatot Subroto Jakarta, baru mulai pukul 16.00. Itu kalau tidak molor.
Saya coba cari cadangan: pesawat Jakarta-Solo. Dari Solo saya bisa ke Surabaya jalan darat: hanya 2 jam. Pesawat Jakarta Solo ternyata lebih sedikit lagi: berakhir lebih awal.