Yakin Masih Ada Tsunami saat Malam, Pilih Tidur di Hutan

Yakin Masih Ada Tsunami saat Malam, Pilih Tidur di Hutan
Foto : Raka Deny/Jawa Pos
 

Posisi geografis Kepulauan Mentawai di lepas pantai Sumatera Barat memberikan ancaman tersendiri bagi warga karena langsung menghadap Samudera Hindia. Karena itu, kecepatan gelombang tsunami yang menghantam pesisir diperkirakan mencapai 800 km per jam dengan tempo 6 menit dari pusat tsunami sebelum menghantam perumahan penduduk. "Kami cukup beruntung karena letak dataran tinggi tidak jauh, sekitar 1 km di atas perkampungan kami," kata Risen.

 

Walaupun cukup banyak penduduk yang selamat, Jawa Pos melihat dampak kerusakan sangat parah. Hampir seluruh rumah penduduk rata dengan tanah. Hanya satu bangunan gereja yang masih berdiri tegak. Beberapa bekas rumah yang tersisa juga menumpuk dan tertindih karang yang sebelumnya berasal dari tengah laut. Lapisan karang-karang terjal dan tajam tersebar di permukaan pantai.

 

Sisa bau mayat masih menyengat di sudut-sudut reruntuhan. Ketika mulai melangkah dari bibir pantai, hanya terlihat jalan setapak dan pohon-pohon kelapa yang terlihat utuh. Bantal, guling, sarung, panci, sampai alat pemutar VCD terlihat berserakan di jalanan, tak lagi bertuan. Sejumlah STTB (surat tanda tamat belajar) dan ijazah juga tampak berceceran.

 

Warga Eru Paraboat kali pertama menerima bantuan pada Rabu (28/10) atau tepatnya dua hari setelah tsunami menghancurkan kediaman mereka. Bantuan tersebut diberikan para surfer yang sebagian besar menetap di Mentawai. Bantuan pun berupa makanan yang hanya bisa membuat mereka bertahan selama sehari. Setelah itu, mereka harus menunggu bantuan lagi.

Gempa 7,2 skala Richter (SR) yang memicu tsunami di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Senin lalu (25/10), merupakan bencana dengan penanganan tersulit

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News