Yaman dan Libya Bakal Menyusul, Saudi Bisa Terakhir

Yaman dan Libya Bakal Menyusul, Saudi Bisa Terakhir
Yaman dan Libya Bakal Menyusul, Saudi Bisa Terakhir
Meski begitu, tuntutan perubahan seperti yang diserukan di Libya, Yaman, dan Syria pun berdengung di Saudi. Jika atmosfer reformasi di Jazirah Arab menguat, tak tertutup kemungkinan perubahan juga terjadi di negeri kaya minyak tersebut. Sebab, tuntutan rakyat bukan lagi kesejahteraan atau pemerataan ekonomi dan pengentasan kemiskinan, melainkan juga keterbukaan atau demokrasi lebih luas.

"Setiap negara yang dilanda krisis memiliki kondisi demografi, ekonomi, dan politik yang berbeda. Tetapi, gelombang revolusi di seluruh kawasan tersebut tak bisa diremehkan. Dalam kondisi pemerintahan seperti apapun, rakyat bisa memberontak karena imbas revolusi sipil," urai James Denselow, pakar keamanan Timur Tengah di King"s College, London, seperti dikutip The Muslim Observer.

Dengan landasan itu, dia yakin bahwa Saudi pun segera terjangkit wabah reformasi. "Mungkin, Saudi akan menjadi yang terakhir tersentuh revolusi, tapi kemungkinan itu tetap ada. Saya rasa revolusi yang sama akan terjadi di Saudi," ungkapnya. Gereget di Saudi mungkin tak akan sekuat revolusi di negara-negara lain. Sebab, negara monarkhi itu tak memberi ruang bagi rakyat untuk bersikap kritis.

Namun, sebelum revolusi menjalar ke Saudi, sejumlah rezim di dunia Arab bisa tergusur lebih dulu. Kantor berita Press Trust of India (PTI) yang mengutip sejumlah analis meramalkan bahwa Libya, Syria, dan Yaman bisa terkena efek domino revolusi di dunia Arab. Saat ini tiga rezim di sana kian terdesak untuk menghadapi demonstrasi oposisi.

SEOLAH membawa efek domino, revolusi sipil yang kali pertama terjadi di Tunisia kini menjalar ke seluruh Jazirah Arab dan Afrika Utara. Tetapi, sejauh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News