Yang Takut Disadap, yang Takut Ketahuan Korupsi?

jpnn.com - JAKARTA - Mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua menilai orang yang bereaksi keras terhadap kewenangan penyadapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), justru sebagai pihak yang bermasalah.
"Orang yang bereaksi keras terhadap KPK menyadap, Insya Allah orangnya bermasalah," kata Abdullah, saat diskusi "Revisi UU KPK", di press room DPR, Senayan Jakarta, Selasa (7/7).
Dijelaskannya, untuk menetapkan seseorang disadap banyak prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi. "Satu di antaranya, jika sudah ada indikasi seseorang tengah berproses melakukan tindak pidana korupsi," tandas Abdullah.
Jadi kata Abdullah, tidak ujuk-ujuk misalnya 560 anggota DPR disadap. "Terlalu besar biayanya untuk menyadap 560 anggota DPR," tegasnya.
Demikian juga halnya dengan hasil sadapan, menurut dia hanya orang-orang tertentu dan karena tugas negara saja yang bisa mendengar hasil sadapan.
"Demikian juga halnya dalam melakukan transkrip hasil sadapan. Hanya yang berkaitan dengan korupsi yang ditranskrip. Hasil tersadap lagi berduaan tidak ditranskrip," pungkasnya. (fas/jpnn)
JAKARTA - Mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua menilai orang yang bereaksi keras terhadap kewenangan penyadapan
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Bakar Semangat Kepala Daerah, Gubernur Lemhannas Ajak Manfaatkan Kebijakan Inovatif
- Pelayanan Celltech Stem Cell Hadir di RS Pusat Pertahanan Negara
- Setelah 7 Bulan Menderita, Maesaroh Kembali ke Indonesia dengan Bantuan Sarifah Ainun
- Jakarta Kena Efisiensi Rp 38 Miliar, Rano Karno: Enggak Besar
- Sespimmen Polri 2025 Tingkatkan Kemampuan Manajerial Peserta Didik
- Peduli Kesehatan Warga, Polres Banyuasin Resmikan Ambulans Air