Yaqut Cholil Qoumas: GP Ansor Akan Pasang Badan
Kehadiran para petinggi Ansor tersebut juga mengikuti para kiai NU yang sebelumnya mengunjungi Dahlan.
Mereka adalah KH Moh. Hasan Mutawakkil ’Alallah (ketua PW NU Jatim/pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan, Probolinggo); KH Anwar Iskandar (wakil rais syuriah PW NU Jatim/pengasuh Pondok Pesantren Al Amin, Kediri); dan KH Agoes Ali Masyhuri (wakil rais syuriah PW NU Jatim/pengasuh Pondok Pesantren Bumi Sholawat, Sidoarjo).
Selanjutnya, KH Yasin Asymuni (wakil rais syuriah PW NU Jatim/pengasuh Pondok Pesantren Hidayatut Thullab, Kediri); KH Ahmad Sadid Jauhari (wakil rais syuriah PW NU Jatim/pengasuh Pondok Pesantren Assunniyyah, Kencong, Jember); KH Syafrudin Syarif (khatib syuriah PW NU Jatim/pengasuh Pondok Pesantren Hidayatuddin Al Islami Probolinggo); dan Sekretaris PW NU Jatim Prof Akh. Muzakki. Terakhir, Kamis (18/5) mantan Rais Am PB NU Mustofa Bisri juga datang untuk mendoakan Dahlan.
Dalam diskusi santai sambil lesehan itu, Dahlan juga menyampaikan pandangannya soal nasionalisme. Menurut dia, anak-anak muda kadang-kadang terlalu bersemangat menyuarakan nasionalisme dalam arti yang sempit. Misalnya, menolak segala jenis impor. Biasanya isu yang diusung, negara harus berdikari.
Semangat itu, kata Dahlan, tidak salah. Namun, harus dilihat konteksnya. Dia mencontohkan gerakan swadeshi di India.
Dahlan heran ketika ada kalangan muda di Indonesia yang menyuarakan swadeshi. Sebab, di India, swadeshi telah dikubur sejak 1989.
Pemerintahan baru India saat itu menghapus aturan-aturan yang terkait dengan gerakan kemandirian tersebut.
Kala itu cadangan devisa India hampir habis. Setelah meninggalkan swadeshi, India tumbuh pesat dan sekarang pertumbuhannya mencapai 6,5 persen atau nomor dua terbesar setelah Tiongkok.