Yenti Garnasih, Doktor Ahli Pencucian Uang Pertama di Indonesia

Jadi Peragawati dan Penari Dulu, Lalu Dalami Hukum

Yenti Garnasih, Doktor Ahli Pencucian Uang Pertama di Indonesia
Doktor Pertama Pidana Pencucian Uang di Indonesia, Yenti Garnasih, ketika ditemui di kantornya, Fakultas Hukum, Universitas Trisakti. FOTO : Sekaring Ratri Adaninggar/Jawa Pos
Di Amerika Yenti mempelajari 600 jurnal tentang pencucian uang. Dia juga mempelajari 250 putusan pengadilan tentang pencucian uang. Selain mempelajari praktik pencucian uang di Amerika, perempuan yang juga rajin berolahraga itu mendalami penyebab kegagalan negara tersebut dalam menerapkan hukuman terhadap pelaku kejahatan pencucian uang.

Pada 2000, Yenti kembali ke Indonesia dengan memboyong ratusan jurnal tentang pencucian uang tersebut. Dia pun berhasil mempertahankan disertasinya bertajuk Kriminalisasi Pencucian Uang di hadapan dewan penguji. Dia juga berhasil menyelesaikan program doktoral sekaligus mendapat sebutan Doktor Pencucian Uang pertama di Indonesia.

Rupanya, kebiasaan Yenti melahap jurnal soal pencucian uang selama berbulan-bulan terbawa sampai dirinya pulang ke Indonesia. Sejak lulus dan kembali mengajar di Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Yenti tidak berhenti menulis dan menelurkan artikel tentang pencucian uang. Dia pun meluncurkan buku setebal 400 halaman berjudul sama dengan judul disertasinya. "Rasanya semakin saya banyak membaca, semakin kurang ilmu yang saya miliki," katanya.

Meski begitu, Yenti tetap memendam kekecewaan karena Indonesia tidak kunjung menerapkan UU tersebut. Padahal, sejak 1988, seluruh dunia terus menggerakan anti pencucian uang. Indonesia juga telah meratifikasi Convention for Narcotics and Psychotropics Substancies PBB pada 1986. Di sisi lain, pada 1997?2000, Indonesia mulai ditengarai sebagai surga pencucian uang, karena Indonesia merupakan negara satu-satunya yang tidak memiliki UU tersebut.

Tak banyak pakar hukum di Indonesia yang secara khusus mendalami masalah pencucian uang (money laundering). Dari yang tak banyak itu, Dr Yenti Garnasih

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News