Yerusalem Ibu Kota Israel, Erdogan hingga Taliban Marah

’’Pemimpin hadir bukan untuk memperparah masalah, tapi menyelesaikannya. Jika Trump menyatakan bahwa dirinya adalah presiden yang kuat, tidak akan pernah salah, berarti dirinya salah besar,’’ kata Erdogan sebagaimana dikutip Reuters kemarin.
Dia menuding Trump sengaja mendeklarasikan keberpihakannya terhadap Israel untuk menutupi masalah besar lain. Yakni, skandal AS-Rusia.
Kemarin Turki juga mengaku tidak akan segan untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan AS jika Trump benar-benar memindahkan kedubes AS ke Yerusalem.
’’Saat ini lebih dari 80 persen penduduk Turki tidak bersimpati terhadap AS. Sikap mereka itu sudah benar,’’ papar Yildirim dalam jumpa pers di Kota Ankara. Secara pribadi, dia mengaku sangat kecewa terhadap Trump.
Kekecewaan juga disuarakan Arab Saudi. Negara kaya minyak yang selama ini dikenal sebagai sekutu dekat AS tersebut menganggap Trump tidak bertanggung jawab dengan mendeklarasikan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
’’Kami sangat menyesalkan deklarasi itu. Keputusan tersebut tidak benar,’’ ungkap jubir pemerintah di Kota Riyadh, ibu kota Saudi, kemarin.
Di sisi lain, PM Iraq Haider Al Abadi memanggil duta besar AS di negerinya. Secara langsung, dia memprotes kebijakan Trump. Dia juga menyarankan Washington untuk mencabut keputusan itu sebelum terlalu terlambat.
Kelompok-kelompok radikal di kawasan Arab pun langsung mereaksi deklarasi tersebut dengan ancaman serangan. Di antaranya, Hizbullah, Al Shabab, dan Taliban. (hep/c22/any)
Inilah reaksi dunia terhadap deklarasi Yerusalem sebagai ibu kota Israel oleh Presiden AS Donald Trump
Redaktur & Reporter : Adil
- Rupiah Mulai Bangkit, Akankah Terus Berlanjut?
- Respons Pemerintah Dinilai Mampu Melindungi Ekonomi Indonesia dari Kebijakan AS
- Tarif Trump Ancam Ekspor, HKTI Dorong Pemerintah Lindungi Petani
- Gawat, Kurs Rupiah Hari Ini Melemah Lagi, jadi Rp 16.911 Per USD
- Apresiasi Langkah Pemerintah Merespons Tarif Impor Trump, Demokrat: Pendekatan Cerdas
- Prabowo Yakin RI Bisa Hadapi Kebijakan Tarif Impor Donald Trump