YLKI Nilai Kenaikan Tarif KRL Pahit Bagi Konsumen, tetapi

jpnn.com, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai kenaikan tarif KRL Jabodetabek sebagai kenyataan pahit bagi konsumen.
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan wacana kenaikan tarif KRL menjadi rasional karena sejak 2016 tarif KRL belum pernah disesuaikan.
Namun, lain halnya jika pemerintah akan menambah besaran dana PSO pada PT KAI.
"Sebaliknya, jika pemerintah tak mampu menambah dana PSO, maka opsi penaikan tarif KRL menjadi tak terhindarkan, walau terasa pahit bagi konsumen," kata Tulus saat dikonfirmasi JPNN.com, Minggu (16/1).
Tulus menyebut merujuk hasil riset YLKI padaOktober 2021 terhadap 2.000 responden di Jabodetabek & Rangkasbitung, dari aspek ATP & WTP memang ada ruang bagi untuk menaikkan tarif KRL menjadi Rp 5.000 pada 25 kilometer pertama.
Dia mengatakan pada tarif pada 10 kilometer pertama direkomendasikan tetap atau tidak ada kenaikan, karena aspek ATP-nya lebih rendah daripada tarif eksisting.
Kendati demikian, Tulus mengingatkan kenaikan pemerintah harus peningkatan pelayanan.
"Sebagaimana aspirasi 1.065 responden (lebih dari 50 persen) agar KAI/PT KCI tingkatkan pelayanannya," ucap Tulus.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai kenaikan tarif KRL Jabodetabek sebagai kenyataan pahit bagi konsumen.
- Bitcoin Terkoreksi USD 80 Ribu, Peluang atau Ancaman bagi Investor?
- Tingkatkan Ekonomi Setelah Tsunami Selat Sunda, Istri Nelayan Produksi Aneka Olahan Laut
- Sandiaga Uno: SI IKLAS jadi Awal Kebangkitan Ekonomi
- Ekonom Sebut Penghentian PSN Berisiko Picu Ketidakpastian Ekonomi
- Penumpang KRL, MRT atau TJ Hari Ini Bakal Dapat Kejutan Pada Peringatan Hari Bebas Bau Badan, Catat
- Masjid Al Ikhlas di PIK, Perpaduan Ibadah dan Ekonomi Berkelanjutan