Yusril Berpeluang jadi Pesaing Jokowi dan Prabowo, Syaratnya…
jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra dinilai berpeluang menjadi menjadi capres alternatif, bersaing dengan petahana Joko Widodo dan Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto pada Pilpres 2019 mendatang.
Peluang terbuka karena mantan Menteri Kehakiman dan HAM tersebut memiliki segudang pengalaman yang mumpuni di pemerintahan. Bahkan sejak era Presiden RI ke-2 Soeharto.
Selain itu, Yusril juga dinilai memiliki kemampuan di bidang ketatanegaraan. Ilmu tersebut sangat penting dalam memimpin sebuah negara dan terutama ia cukup dikenal secara luas oleh seluruh lapisan masyarakat.
"Yusril bisa menjadi kuda hitam dan jadi tokoh alternatif pada Pilpres 2019 mendatang," ujar pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin kepada JPNN, Jumat (11/8).
Meski begitu, Direktur Eksekutif Indonesia Politikan Review ini menilai ada sebuah tantangan besar yang harus diselesaikan Yusril terlebih dahulu, jika ingin maju sebagai calon presiden.
Ia harus mampu meyakinkan partai-partai besar untuk berkoalisi dengan partainya. Karena syarat ambang batas dalam UU Penyelenggaraan Pemilu yang baru ditetapkan 20-25 persen.
"Jadi Yusril harus didukung oleh partai politik besar. Karena PBB yang dipimpinnya sekarang tidak memiliki kursi di DPR," ucapnya.
Saat ditanya bagaimana caranya agar partai besar mau mendukung, Ujang menilai Yusril perlu membesarkan PBB terlebih dahulu dalam dua tahun ke depan.
Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra dinilai berpeluang menjadi menjadi capres alternatif, bersaing dengan petahana Joko Widodo
- Gandeng BRIN, Mendes Yandri Yakin Sukses Majukan Desa hingga Tingkatkan GDP Indonesia
- Dukungan Anies untuk Pram-Rano Bakal Berdampak Signifikan
- Puluhan Tahun Bereng Prabowo, AKA Yakin Programnya Bersama Ahmad Ali Akan Terealisasi
- Agung Sebut Pilkada Jateng Jadi Ajang Pertarungan Efek Jokowi vs Megawati
- Jadi Pilihan Prabowo, Ahmad Ali-AKA Menyambut Kemenangan Besar di Pilkada Sulteng
- Laut China Selatan, Teledor Atau Terjerat Calo Kekuasaan