Yusril Ihza Mahendra Gulirkan Ide Anyar soal Masa Jabatan Presiden
jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Profesor Yusril Ihza Mahendra mengemukakan pendapatnya, merespons ide amendemen UUD 1945 tentang masa jabatan presiden.
Menjawab JPNN.com, saat berbincang di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (1/8), Prof Yusril mengatakan ada banyak pilihan mengenai wacana pengubahan masa jabatan presiden.
Sebagian tokoh menghendaki kembali ke UUD 1945 asli, ada yang ingin mempertahankan amendemen yang sekarang berjalan, dan ada malah yang mau mengamendemen kembali UUD hasil amendemen terakhir pada 2003.
"Termasuk masa jabatan presiden yang menurut UUD 45 kan tidak dibatasi, yang dikatakan masa jabatan lima tahun setelah itu dapat dipilih kembali," ucap Yusril, saat dimintai tanggapan atas usul mantan Kepala BIN AM Hendropriyono agar masa jabatan presiden cukup sekali dan lama menjabat 8 tahun. Namun, perlu amendemen UUD 45.
Yusril menuturkan, berdasarkan hasil amendemen keempat, masa jabatan presiden sudah dibatasi menjadi 2 kali saja, dengan periodenisasi menjabat 5 tahun. Akan tetapi timbul masalah baru.
BACA JUGA: Hendra Ungkap 4 Modus Pencurian Data Pribadi, Oh Ternyata
"Ada masalah incumbent harus cuti, ada yang minta incumbent harus mundur. Itu kan menimbulkan masalah ketatanegaraan yang sangat rumit,'" tukasnya.
Kemudian soal pemikiran bagaimana kalau presiden menjabat sekali saja selama delapan tahun, dan setelahnya tidak dapat dipilih kembali? Dalam pandangannya, Yusril menginginkan jabatan presiden itu lebih fleksibel.
Yusril Ihza Mahendra sebagai pakar hukum tata negara, melontarkan ide anyar soal masa jabatan presiden.
- Terpidana Pemerkosa 48 Pria Reynhard Sinaga Dipukuli di Inggris, Begini Sikap Pemerintah
- PBB Bersiap Gelar Muktamar ke-VI di Bali untuk Memilih Ketum yang Baru
- Terobosan Hukum Bagi Pengguna Narkoba di KUHP yang Baru, Tak Lagi Dipidana
- Sejumlah Menterinya Prabowo Ini Disorot Warganet, Ada yang Bikin Blunder, duh
- Agus Andrianto Minta Arahan Yusril dalam Memimpin Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan
- Yusril Sebut Kasus 1998 Bukan Pelanggaran HAM Berat