Yusril: Jalan Konstitusional Capres yang Kalah Adalah ke MK, Bukan DPR
Hal ini dimaksudkan agar perselisihan segera berakhir dan menghindari terjadinya kekosongan kekuasan akibat tertundanya pelantikan presiden terpilih.
"Oleh karena itu saya berpendapat, jika UUD NRI 1945 telah secara spesifik menegaskan dan mengatur penyelesaian perselisihan Pilpres melalui MK, maka penggunaan angket untuk menyelesaikan perselisihan tersebut tidak dapat digunakan," ujarnya
"Penggunaan angket dapat membuat perselisihan hasil Pilpres berlarut-larut tanpa kejelasan kapan akan berakhir. Hasil angket pun hanya berbentuk rekomendasi, atau paling jauh adalah pernyataan pendapat DPR," tegas Yusril.
Dia menerangkan, putusan MK dalam mengadili sengketa Pilpres akan menciptakan kepastian hukum.
Sementara, penggunaan hak angket DPR akan membawa negara ini ke dalam ketidakpastian yang potensial berujung kepada chaos.
"Kalau niatnya mau memakzulkan Jokowi, hal itu akan membawa negara ini ke dalam jurang kehancuran. Proses pemakzulan itu memakan waktu relatif panjang, dimulai dengan angket seperti mereka rencanakan dan diakhiri dengan pernyataan pendapat DPR bahwa Presiden telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 7B UUD 45," kata Yusril.
Selain itu, dia menambahkan, pernyataan pendapat presiden melanggar ketentuan pasal 7B UUD 1945 itu harus diputus MK.
Jika MK setuju, maka DPR harus menyampaikan permintaan pemakzulan kepada MPR.
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menanggapi isu hak angket DPR terkait pelaksanaan Pemilu 2024
- Terpidana Pemerkosa 48 Pria Reynhard Sinaga Dipukuli di Inggris, Begini Sikap Pemerintah
- PBB Bersiap Gelar Muktamar ke-VI di Bali untuk Memilih Ketum yang Baru
- Rommy Minta Pengurus Partai Tobat, Wasekjen PPP Bereaksi Begini
- Hadiri HUT ke-60 Golkar, Bamsoet Apresiasi Prabowo Dukung Perubahan Sistem Demokrasi
- Mardiono: Kader PPP Menyalahkan Kekurangan Logistik Pas Kalah Pemilu 2024
- Terobosan Hukum Bagi Pengguna Narkoba di KUHP yang Baru, Tak Lagi Dipidana