Yusril: Putusan MK Blunder
Gerindra Ajukan PK
"MK menyatakan Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. Tapi, pelaksanaan Pemilu serentak baru diberlakukan pada 2019 mendatang," ungkap Kuasa hukum Partai Gerindra, Habiburokhman, Jumat (24/1).
"Itu sangat kontradiktif. Itu merupakan kekhilafan fatal dari majelis hakim. Oleh karena itu, putusan tersebut harus dibatalkan karena ini kan dalam waktu dekat Pileg dan Pilpres. Kalau tidak serentak, maka dibiarkan Pemilu tidak konstitusional. Artinya tidak legitimate," ujarnya.
Habib menegaskan, tidak ada alasan teknis dan substansial yang memaksa MK menunda berlakunya putusan tersebut. Sebab, jika petimbangan majelis hakim adalah karena tahapan Pemilu sudah berjalan, maka Pemilu Legislatif bisa dimundurkan dua hingga tiga bulan.
"Lebih mudah mengundurkan Pileg dan Pilpres secara serentak pada tiga bulan ke depan. Karena itu hanya soal teknis saja, apa susahnya. Ketimbang hasil Pileg dan Pilpres tahun ini (2014) tak memiliki legalitasnya," tandasnya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi School of Government Fadjroel Rachman mempertanyakan penundaan pembacaan putusan MK hingga sembilan bulan yang menjadikan jarak pembacaan putusan pemilu serentak dan pelaksanaan Pemilu 2014 menjadi begitu mepet, hanya selisih tiga bulan.
”Kenapa begitu lama diumumkannya putusan itu? ” tukasnya. Menurutnya, masalahan teknis dan prosedur tak bisa menjadi alasan penundaan hak konstitusional rakyat Indonesia hingga 2019.
Hal senada disampaikan kuasa hukum KMUPS, Wakil Kamal. Dia mengatakan Pemilu 2014 yang dilakukan terpisah antara pileg dan pilpres jelas-jelas inkonstitusional, maka penundaan pemilu serentak menjadi 2019 pun inkonstitusional.
”MK telah menyatakan pemilu terpisah itu adalah pelanggaran konstitusi, maka penundaan pemilu serentak dari 2014 ke 2019 jelas pelanggaran konstitusi pula. Ini pelanggaran serius terhadap konstitusi karena menunda hak warga negara, hak pemilih untuk menggunakan hak pilih dengan cerdas,” jelasnya.
JAKARTA – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan pemilu serentak baru bisa dilaksanakan pada Pemilu 2019 terus menuai
- Nilai IKIP Kaltim Meningkat, Masuk Tiga Besar Nasional
- Yorrys Raweyai: DPD Akan Mengawal Proses Pembangunan PIK 2 Tangerang
- BPMK Lanny Jaya Diduga Potong Dana Rp 100 juta dari 354 Kampung
- Kipin Meraih Penghargaan Utama di Temasek Foundation Education Challenge
- Sri Mulyani: Setiap Guru adalah Pahlawan yang Berkontribusi Besar bagi Kemajuan Indonesia
- Kerugian Negara Hanya Bisa Diperiksa BPK, Ahli: Menjerat Swasta di Kasus PT Timah Terlalu Dipaksakan