Yusril Soroti Kemenkumham yang Tak Bangun Lapas Baru Lagi

jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai pengelolaan penjara harus dilakukan oleh orang yang ahlinya.
Hal ini disampaikan mantan menteri Hukum dan HAM itu menanggapi polemik lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) yang hingga kini terus menimbulkan masalah.
"Sejak saya menjabat menteri hukum dan HAM 15 tahun lalu, jumlah lapas dan rutan tak bertambah. Hanya itu-itu saja, padahal setiap harinya banyak yang masuk. Karena itu, lapas yang sudah melebihi kapasitas akan selalu menimbulkan masalah," kata Yusril di Jakarta.
Ketua umun PBB tersebut menambahkan, saat ini anggaran di Kementerian Hukum dan HAM nilainya mencapai Rp 9 triliun. Harusnya dengan anggaran, ada penambahan lapas atau rutan.
Pakar hukum tata negara itu mengatakan dahulu ketika dirinya menjabat, dengan anggaran Rp 500 miliar bisa membangun Cipinang dan Salemba.
"Kenapa sekarang tidak bisa bangun dengan anggaran yang besar? Makanya selalu muncul masalah," ujar Yusril.
Di samping itu, Yusril juga mengharapkan adanya orang yang memahami masalah lapas dan rutan. Orang itu spesialis menangani penjara dan tamatan aktif dari pengelolaan penjara.
"Kalau tidak bisa diubah pemimpinnya, ya akan seperti ini terus. Nanti akan muncul jual beli kamar, kericuhan dan sebagainya," ungkapnya.
Saat ini anggaran di Kementerian Hukum dan HAM mencapai Rp 9 triliun yang harusnya bisa menambah lapas baru.
- Menko Yusril dan Deretan Pejabat Hadiri Malam Apresiasi Karya Jurnalistik Iwakum
- Afriansyah Noor Keluar dari PBB Setelah Kalah Pemilihan Ketum
- Yusril: Kemungkinan MK Juga Batalkan Parliamentary Threshold
- Spanduk Dukungan Afriansyah Noor Jadi Ketum PBB Bertebaran di Muktamar VI
- Afriansyah Noor Tegaskan Siap Maju jadi Caketum PBB, Singgung Nama Yusril
- Pemerintah Pertimbangkan Melantik Dahulu Kepala Daerah Tak Bersengketa di MK