Zero Narkoba 2015 Omong Kosong

jpnn.com - JAKARTA -- Politikus DPR kembali mengkritisi kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang tetap akan memberikan pembebasan bersyarat (PB) terhadap Ratu narkoba asal Australia, Schapelle Leigh Corby.
"Apa yang dikatakan Presiden dalam pidatonya, 2015 zero narkoba hanya omong kosong saja, ditambah kebijakan pemerintah menganak emaskan mafia narkoba, termasuk Corby," kata Anggota Komisi III DPR, Ahmad Yani ditemui di Gedung DPR, Jakarta (6/2).
Menurut politikus PPP itu, Corby selayaknya dihukum mati, bukan diberikan grasi. Apalagi kejahatan narkoba lebih dahsyat dibanding tindak pidana lainnya.
"Saat ini sekitar 5 juta orang terkena narkoba, ratusan triliun uang hilang karena narkoba. Jadi pemerintah harus tinjau ulang pemberian grasi, dan remisi Corby ini. Mengapa pada warga negara sendiri begitu sangar, pada asing tidak," tegasnya.
Ditekankan bahwa sampai kapanpun narkoba akan jadi pasar luar biasa di tanah air bila pemerintah tidak serius menanganinya. Kebijakan-kebijakan kontraproduktif yang ditelurkan pemerintah menurutnya menyakitkan, dan merusak cita-cita bangsa membasmi narkoba.
"Jadi nanti orang luar negeri enak saja bawa narkoba ke Indonesia, dapat remisi, dapat grasi. Saya juga tidak pernah dengar menteri (Menkumham), Wamenkumham bicara lanatang soal ini, padahal dikasih grasipun mereka (Australia)tetap kurang ajar," tandasnya. (fat/jpnn)
JAKARTA -- Politikus DPR kembali mengkritisi kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang tetap akan memberikan pembebasan bersyarat (PB)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Kader Gerindra di Banggai Minta Polisi Menindak Pelaku Persekusi
- Paus Fransiskus Meninggal, Prabowo: Dunia Kehilangan Sosok Panutan dalam Kemanusiaan
- Mbak Ita bersama Suami Didakwa Terima Suap Rp 9,29 Miliar dari Proyek & Insentif ASN
- Dittipidsiber Bareskrim Turun Tangan Usut Gangguan Sistem Bank DKI
- Menindaklanjuti Pertemuan Bilateral, Menko Polkam BG Rapat Bahas Implementasi Batas Maritim
- Mendiktisaintek dan Menkes Evaluasi Pendidikan Dokter Spesialis, Imbas Kekerasan Seksual di RSHS