Zhang Qing Feng, Memori antara Indonesia dan Tiongkok
Selalu Gembira saat Bertemu Orang Indonesia
Rabu, 14 Maret 2012 – 00:04 WIB
Kondisi tersebut mengganggu kesehatan Thio Tek Po. Dia pun sakit. "Saya ingat, waktu itu sekitar pukul 16.00 ayah demam. Dibawa ke klinik, pukul 19.00 ayah sudah tidak ada (meninggal)," kata Zhang di kediamannya, sebuah flat di Jalan Xi Heng Lu, Distrik Tianhe, Guangzhou, Tiongkok.
Kediaman Zhang bersih dan nyaman. Dia mengganti seluruh lantai ruang tempat tinggalnya dengan keramik. Tak banyak barang di ruang yang terdiri atas dua kamar tidur dan sebuah kamar mandi itu.
Zhang menyimpan sepedanya di lantai dasar yang juga digunakan penghuni flat lainnya. "Rumah ini saya peroleh dengan cara mengangsur. Kalau sekarang, rumah di daerah sini mahal sekali," katanya. Jika penghuni punya kendaraan roda empat, parkirnya di tepi jalan. Tentu, tidak gratis. Pihak pengelola flat mematok tarif sekitar RMB 300 (sekitar Rp 450 ribu) per bulan.
Sepeninggal ayahnya, sang ibulah yang bekerja dibantu kakak tertua Zhang. Mereka adalah keluarga besar. Zhang memiliki tujuh saudara. "Meski sudah tinggal di sini bertahun-tahun, ibu tetap berbicara dengan kami di rumah menggunakan bahasa Indonesia. Adik saya yang terkecil, ketika pindah masih berumur enam bulan, sampai sekarang masih lancar berbahasa Indonesia," tutur Zhang. Ibu Zhang kini berusia 90 tahun dan tinggal bersama salah seorang adiknya.
Sentimen politik memaksa Zhang Qing Feng meninggalkan Indonesia pada 1960. Saat itu dia baru berusia delapan tahun. Setelah puluhan tahun tinggal
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408