Zulkifli Pimpin PAN, Praktik Rangkap Jabatan Kembali Hadir
jpnn.com - JAKARTA - Terpilihnya Zulkifli Hasan sebagai Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) 2015-2020, memunculkan potensi kembali hadirnya praktik rangkap jabatan di lembaga-lembaga negara.
Hal ini mengingat Zulkifli juga menjabat Ketua MPR. Padahal pascapemilu 2014, praktik rangkap jabatan sudah tidak lagi ditemukan.
"Hari ini Zulkifli Hasan menjadi satu-satunya ketua umum partai yang merangkap jabatan sebagai pimpinan lembaga negara," ujar Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, Senin (2/3).
Menurut Said, memang tidak ada undang-undang yang melarang ketua umum partai merangkap jabatan sebagai Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua DPD, Presiden, ataupun Menteri. Namun begitu praktik rangkap jabatan dinilai menyimpan sejumlah potensi persoalan.
Karena itu di bawah kepemimpinan Zulkifli Hasan, Said menilai PAN perlu lebih berhati-hati terhadap kemungkinan munculnya sejumlah persoalan yang muncul akibat sang ketua umum rangkap jabatan.
Antara lain, berpotensi terganggunya citra partai. Pasalnya, sejak dimulainya era reformasi, praktik rangkap jabatan telah mendapatkan resistensi publik. Rangkap jabatan juga seringkali dipandang sebagai praktik politik yang tidak senafas dengan semangat reformasi. Padahal PAN dikenal sebagai partai reformasi.
"Posisi rangkap jabatan berpotensi memunculkan penyimpangan penggunaan fasilitas negara. Rangkap jabatan tergolong rawan penyimpangan karena seringkali bersentuhan dengan praktik koruptif," katanya.
Said mencontohkan ketika seorang ketua umum partai yang merangkap jabatan sebagai pimpinan lembaga negara, melakukan kunjungan kerja ke daerah dalam kapasitasnya sebagai penyelenggara negara. Maka sangat mungkin akan ada fasilitas negara atau fasilitas pemerintah yang digunakan oleh si pejabat untuk kepentingan partainya.
JAKARTA - Terpilihnya Zulkifli Hasan sebagai Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) 2015-2020, memunculkan potensi kembali hadirnya praktik rangkap
- Jumlah Anggota Koalisi Parpol di Pilpres Perlu Diatur Mencegah Dominasi
- Proses Penetapan Tidak Transparan, Dekot Se-Jakarta Ajukan Gugatan ke PTUN
- DPR-Pemerintah Sepakat BPIH 2025 Sebesar Rp 89,4 Juta, Turun Dibandingkan 2024
- Kubu Harun-Ichwan Minta MK Klarifikasi Soal Akun Ini
- Sahroni Minta Polisi Permudah Mekanisme Pelaporan Kasus, Jangan Persulit Korban
- Mardiono Jadikan Harlah ke-52 PPP Sebagai Momentum Bertransformasi Lebih Baik